Posisi Gizi Bengkulu di Peta Nasional: Antara Capaian dan Ketimpangan yang Tak Boleh Diabaikan

πŸ“° Posisi Gizi Bengkulu di Peta Nasional: Antara Capaian dan Ketimpangan yang Tak Boleh Diabaikan

Oleh: Julius Habibi, S.K.M., M.P.H
Akademisi Kesehatan Masyarakat – Universitas Dehasen Bengkulu

🧭 Bengkulu: Di Mana Posisinya dalam Peta Nasional Gizi?

Laporan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan bahwa prevalensi stunting nasional telah menurun menjadi 19,8%, mendekati target RPJMN 2020–2024 (<14%). Ini sebuah capaian penting. Tapi bagaimana posisi Bengkulu?

Data menunjukkan:

Stunting (TB/U): antara 12,2% (Kaur) hingga 20,2% (Rejang Lebong)

Underweight (BB/U): 12,7%

Wasting (BB/TB): tertinggi Kota Bengkulu = 8,2%

> πŸ“š Sumber: SSGI 2024 dalam Angka – Kemenkes RI

Secara agregat, Bengkulu berada sedikit di bawah rata-rata nasional. Namun ketimpangan antar kabupaten/kota begitu mencolok dan menyimpan risiko diam-diam terhadap masa depan sumber daya manusia kita.

πŸ” Tinjauan Kritis: Jangan Tertipu Rata-rata

βœ… Capaian yang Perlu Dihargai:

Kota Bengkulu dan Kaur memiliki stunting <15%

Beberapa wilayah menunjukkan tren penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya

⚠️ Namun Masih Ada Alarm Ketimpangan:

Rejang Lebong = 20,2%, lebih tinggi dari rata-rata nasional

Bengkulu Tengah dan Mukomuko: di atas 18%

Kota Bengkulu: wasting tinggi, mendekati ambang WHO 10%

> Capaian rata-rata provinsi kadang menyamarkan kenyataan bahwa masih ada anak-anak yang lahir dan tumbuh dalam risiko gizi buruk, hanya karena tinggal di wilayah yang belum tersentuh intervensi maksimal.

🧠 Akar Permasalahan: Dari Rumah Tangga hingga Sistem

Masih minim edukasi tentang ASI eksklusif dan MP-ASI berkualitas

Akses air bersih dan sanitasi buruk di desa tertinggal

PMT sering bersifat proyek, bukan program berkelanjutan

Data SSGI belum digunakan maksimal dalam Musrenbang dan penganggaran

Belum semua OPD non-kesehatan terlibat aktif dalam penurunan stunting

🎯 Rekomendasi Aksi Berbasis Data dan Kolaborasi

πŸ”Ή 1. Fokuskan Intervensi ke Wilayah Rawan

Identifikasi dan prioritaskan kabupaten dengan stunting >18% dalam program konvergensi lintas OPD.

πŸ”Ή 2. Integrasikan SSGI ke Dalam Sistem Perencanaan

Jadikan data SSGI dasar penyusunan RKPD, Renstra OPD, dan Musrenbang Desa.

πŸ”Ή 3. Perkuat Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat

Libatkan kader Posyandu, mahasiswa KKN, PKK, dan tokoh agama untuk memperkuat pemahaman gizi di tingkat keluarga.

πŸ”Ή 4. Bangun Mekanisme Monitoring dan Evaluasi Terbuka

Tiap OPD dan kabupaten menyusun laporan evaluasi gizi berbasis indikator SSGI, dan dapat diakses publik.

πŸ—£οΈ Suara Akar Rumput

> β€œKadang ibu-ibu datang ke posyandu hanya menimbang anak. Mereka pikir cukup makan nasi dan teh. Tapi ternyata anaknya tetap kurus.”
β€” Bidan Desa, Bengkulu Tengah (2024)

✍️ Penutup: Data Bukan Sekadar Angka

Bengkulu punya potensi besar untuk mempercepat penurunan stunting. Tapi jika kita hanya terpaku pada angka provinsi tanpa membedah ketimpangan lokal, kita bisa kehilangan arah.

Mari jadikan data bukan sekadar laporan tahunan, tapi alat navigasi dan keberpihakan. Karena gizi anak bukan hanya soal berat badan β€” tapi soal masa depan.

> Tulisan ini bukan untuk menyalahkan siapa pun, tetapi menjadi cermin kritis agar kita semua bisa memperkuat kolaborasi dan arah perubahan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *