Membaca Sinyal Bahaya dari Puskesmas: Penyakit Akibat Kerja yang Terabaikan

Oleh: Mahasiswa Prodi
Kesehatan Masyarakat
Universitas Dehasen Bengkulu

Kita sering kali membayangkan penyakit akibat kerja (PAK) hanya terjadi di pabrik besar atau tambang terpencil. Namun, temuan dari sebuah penelitian mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas Dehasen Bengkulu membuka mata: penyakit akibat kerja juga mengintai masyarakat sehari-hari di wilayah kerja Puskesmas.

Penelitian yang dilakukan Kelompok 7 di Puskesmas Suka Merindu selama tahun 2024 mengungkap empat jenis penyakit yang paling dominan, dan semuanya berkaitan dengan faktor risiko di lingkungan kerja: Osteoarthritis (OA), Asma, Dermatitis, dan ISPA. Dari total 149 pasien yang diteliti, hampir 48% menderita OA, disusul asma dan dermatitis.

📊 Siapa yang Paling Rentan?

Analisis distribusi menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak mengakses layanan (65,77%) dibanding laki-laki. Sementara itu, kelompok usia 36–59 tahun mendominasi dengan hampir 77% dari total kunjungan.

Ini adalah usia produktif, di mana seseorang semestinya berada di puncak produktivitas kerjanya. Namun, kenyataannya justru sebaliknya: kelompok ini mengalami beban kerja yang berat, posisi kerja yang tidak ergonomis, dan paparan polutan tanpa perlindungan memadai.

⚠️ Penyakit yang Mengendap, Bukan Mendadak

Berbeda dengan kecelakaan kerja yang terjadi secara tiba-tiba, penyakit akibat kerja berkembang perlahan. OA, misalnya, merupakan penyakit sendi degeneratif yang sering menimpa pekerja dengan aktivitas fisik berat atau posisi kerja tidak tepat. Sementara itu, dermatitis dan asma akibat kerja muncul karena paparan bahan kimia, debu, atau alergen di lingkungan kerja, yang kerap tak disadari dan tidak dicegah sejak dini.

Lebih mengkhawatirkan lagi, hanya 2,68% kasus ISPA yang tercatat, padahal penyakit ini bisa menjadi indikator awal kualitas udara buruk atau ventilasi minim di tempat kerja.

🩺 Peran Puskesmas Masih Terbatas?

Penelitian ini juga menyoroti bagaimana Puskesmas menjadi titik sentral layanan kesehatan kerja, meski belum sepenuhnya optimal dalam mendeteksi dan menangani PAK secara sistematis. Belum banyak program preventif yang spesifik menargetkan penyakit akibat kerja, dan keterlibatan lintas sektor (terutama perusahaan) pun masih rendah.

🧭 Rekomendasi Jalan ke Depan

Penulis laporan ini menyarankan agar Puskesmas Suka Merindu:

Mengembangkan layanan preventif berbasis data, seperti edukasi ergonomi dan promosi APD.

Melakukan kunjungan rumah atau mobile clinic untuk kelompok lansia yang sulit menjangkau layanan.

Bersinergi dengan Dinas Kesehatan dan perusahaan setempat untuk menciptakan sistem pelaporan dan intervensi dini penyakit akibat kerja.

🔍 Mengapa Ini Penting?

Sering kali, kebijakan kesehatan kerja hanya berfokus pada industri besar. Padahal, pekerja informal, buruh harian, dan masyarakat desa pun tak luput dari risiko PAK. Puskesmas memiliki posisi strategis untuk memutus rantai paparan sejak dini, namun perlu didukung dengan data, sumber daya, dan keberpihakan kebijakan.

Penelitian seperti ini menjadi cermin bahwa data lokal memiliki kekuatan untuk menggerakkan perubahan sistemik, asalkan dibaca dengan serius oleh para pengambil kebijakan.

“Penyakit akibat kerja bukanlah nasib, melainkan tanda bahwa sistem perlindungan kita belum bekerja.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *